Film Feel the Beat ini menghadirkan banyak peran yang memiliki arti dalam hidup saya sebagai seseorang yang tumbuh dengan ketukan, ritme lagu, dan gerak sewaktu kecil.
Sayangnya, eksplorasi sedemikian rupa perlahan-lahan tergerus jaman. Tidak ada lagi yang bisa saya lihat pertunjukan seni tari di sekolah. Begitu saya tanya kepada teman sebaya saya, tidak banyak guru-guru yang mendukung kebebasan berseni dalam diri anak-anak sekarang. Anehnya, ini terjadi di sebuah desa, tempat saya dilahirkan. Tidak ada lagi panggung seni tempat siswa-siswi unjuk gigi. Tidak ada lagi kostum-kostum tari yang harus dipersiapkan orang tua untuk pentas putra-putrinya. Kemana perginya panggung itu? Saya pun selalu mempertanyakan itu.
Setelah menonton film ini, yang penuh dengan pesan moral antara guru, siswa, dan komunitas, saya baru menyadari bahwa the in-tune that I carry with was built for years in my childhood. Sungguh kenangan yang membuat saya rindu. Saya baru pula menyadari bahwa benang-benang kreatifitas atau seni yang terjalin dalam diri saya telah lama dirajut. Meskipun menjadi dewasa dan mengetahui berbagai aturan-aturan menuntut saya untuk berubah. Tidak apa-apa. Setiap kupu-kupu selalu bermetamorfosis. Saya senang melakukan perubahan itu dan tugas saya sekarang menceritakannya kembali.
Mengenai film ini, kata beat pastinya selalu dikaitkan dengan gerakan, ketukan, atau ritme gerak dan suara. Ya, menari adalah the core act dalam film ini. Meskipun dulu saya bukan penari profesional, menari membuat penat dalam dada terhempas ke udara. Menari memberikan jiwa yang baru. April yang diperankan oleh Sofia Carson mengingatkan saya kepada diri saya sendiri. Seseorang yang tangguh, perfeksionis, pantang menyerah. Seseorang yang memiliki caranya sendiri seperti menari atau menulis untuk melepas penat. Ya, April lahir di county kecil yang jauh dari kata mewah. Terlahir di keluarga yang sederhana pula. Ayahnya memiliki usaha apotek kecil-kecilan dan sebuah barn yang menjadi tempat penyimpanan jerami. Ini poinnya, sebagai seorang penulis saya merasakan apa yang dirasakan April, tentang bakatnya yang muncul dari atmosfer lingkungannya yang indah dan menenangkan. Ia nyaris melupakan bahwa kekuatannya dalam menari, inspirasinya, ada di tempat kelahirannya. Seperti saya yang tiba-tiba kehilangan kemampuan menulis ketika saya tidak menemukan atmosfer itu lagi. Tersiksa begitu mengetahui atmosfer itu telah hilang. Hanya di balik kursi kerja hitam Bapak dan meja cokelat yang beratnya lebih berat dari mesin cuci, saya memulai menulis karya-karya saya. Ditemani dengan suara angin dan kicau burung, serta kemistisan udara perkampungan, di sana saya menulis beratus-ratus lembar halaman untuk karakter-karakter saya. April juga memiliki tempat mistis yang memunculkan talentanya menari. Ya, di sebuah barn yang dilengkapi dengan kaca besar yang ia gunakan untuk berlatih tari. Asosiasi personal ini mungkin tidak menggambarkan semua perasaan saya. Tapi, menjadi seorang penulis yang terlahir dari alam sekitar adalah anugerah yang April juga rasakan.
April mendidik siswa-siswinya terlalu keras. Ingat, dia seorang perfeksionis. Saat cerita semakin bergulir, pendiriannya menjadi seorang perfeksionis menjadi lebih lunak. Namun, ia melakukannya tanpa mengurangi prinsip-prinsip lain yang harus dipatuhi oleh muridnya. Misalnya, jika berbicara selama latihan, muridnya harus melakukan push up sebanyak 20 kali. Ia lakukan ini demi membangun keteguhan dan kepercayaan diri murid-muridnya. Di situ letak keunikannya. Dengan memberikan aturan tentang komitmen, konsekuensi, orang tua murid tidak pernah keberatan dengan konsekuensi itu karena mereka memiliki satu tujuan yang sama, ingin melihat anak-anak mereka disiplin dalam mengembangkan talenta menari.
April juga memiliki mimpi untuk tampil dalam sebuah pertunjukan Broadway. Ia menanti-nantikan kesempatan itu sejak lama. Ia terus berusaha untuk mencari Broadway producer yang bisa menerimanya. April memiliki talenta menari yang sangat memukau. Hanya saja kadang takdir tak memihaknya. Akhirnya ada kesempatan agar ia bisa tampil di depan Welly Wong. Ia diundang menjadi seorang guru di sebuah sanggar yang dikelola oleh guru menarinya dulu. Kehidupannya yang selama ini berputar di kota besar seperti New York membuatnya ragu untuk mengambil tawaran itu. Jika ia mengambil tawaran itu, artinya ia harus kembali ke desanya yang menurutnya menghalanginya meraih mimpinya ke Broadway. Akan tetapi, justru dari situlah ia bisa meraih impiannya. Kembali ke desa? Sounds weird, huh? Tapi yang pasti itu bukan jalan hidup yang buruk.
Berbicara soal sosok Mrs. Barn, seorang pemilik sanggar tari bernama New Hopes atau guru April yang saya ceritakan tadi, ada sebuah nilai yang saya suka dari Mrs. Barn. Dia bilang, “I love teaching and doing my own business.” Dedikasi besar yang seorang guru harus punya, bukan? Meskipun sanggar tarinya saangat kecil dan bocor di mana-mana, ketulusan hati Mrs. Barn bisa mengantarkan muridnya ke berbagai kompetisi menari. Keyakinannya untuk membangun usahanya sendiri seperti kembali mengingatkan saya pada mimpi-mimpi saya. Memang tidak mudah. Orang-orang di sekelilingnya dan tujuan yang sama untuk menghantarkan muridnya ke berbagai kesempatan adalah kunci dari sebuah keberhasilan dalam sebuah sekolah.
Poin terakhir yang ingin saya sampaikan dari film ini adalah soal dukungan komunitas sekolah terutama orang tua murid. Film ini juga mengambarkan diversitas komunitas dari berbagai ras dan people of color. Saya jadi teringat dengan sebuah konsep yang saya pelajari di perkuliahan tentang hubungan sekolah, keluarga, dan komunitas.
Schools should rethink the issues of power relation between school, community, and families. including the need to recognize (I) different ways for parents to engaged. (2) differences in expectations for school performance, and (1) the range of values of different communities within which schools are embedded. (Baquedano-Lopez, Alexander, and Hernandez, 2013)
Di film ini, digambarkan dukungan keluarga, tanpa memandang bulu, untuk terlibat dalam perencanaan latihan dan penampilan putra-putri mereka. Mereka bergotong royong melakukan fundraising agar seluruh anggota sanggar dan orang tua bisa mendampingi di kompetisi menari tingkat nasional. Orang tua juga membantu Mrs. Barn untuk menyulap barn menjadi sanggar tari karena terjadi kerusakan di sanggar yang lama. Juga, salah satu orang tua murid menyediakan akses ke lapangan baseball agar anggota sanggar bisa berlatih fisik. Komunitas juga terlibat di dalamnya. Saat semua orang panik dengan kostum yang harus dipakai di kompetisi nasional, komunitas setempat mengulurkan tangan mereka untuk mendonasikan baju-baju yang sekiranya bisa diup-cycle menjadi kostum para penari.
Saat menonton film ini, pastinya orang Indonesia membutuhkan lebih banyak tenaga untuk mengerti maksud percakapan antara aktornya. Karena saya sudah terbiasa belajar dan berdiskusi dengan para tutor bahasa Inggris di ImaTransProof, kesulitan memahami percakapan bahasa Inggris sudah bisa teratasi. ImaTransProof akan selalu membantu siapa pun untuk bisa berbahasa Inggris. Jasa bahasa di ImaTransProof ternyata juga nggak cuma program belajar percakapan bahasa Inggris, tapi banyak macamnya! Cek di website ImaTransProof yuk agar kamu bisa mencari jalan keluar dari hambatan dalam pengembagan kemampuan bahasamu
Semoga ulasan ini bisa membantu kita menemukan apa yang kita rindukan dan apa yang kita cari. Ingin belajar bahasa Inggris dengan guru profesional? Hubungi ImaTransProof yuk!
Komentar
Posting Komentar