Seperti pada buku sejarha pada umumnya, buku karya Taufik Abdullah
diawali dengan pengertian kata sejarah. Sejarah adalah proses ke arah
terapainya Kemanusiaan (Menschheit) yang tertinggi, tetapi Voltaire dengan
enaknya menghamburkan ejekannya dengan mengatakan sejarah tak lebih dari
“tableau ketololan manusia”. Sejarah dengan iramanya yang dialektis, bagi si
Marxist, adalah proses ke arah terciptanya masyarakat ideal yang tanpa kelas.
Terdapat perbandingan-perbandingan mengenai pengertian dari beberapa
julukan sejarah yaitu sejarah Nasional dan daerah. Karena adanya perdebatan
inilah pada akhirnya buku ini menggunakan istilah yang netral dan diharapkan
berarti tunggal, yaitu “sejarah lookal”. Pengertian kata lokal tidak
berbelit-belit, hanyalah “tempat, ruang”. Sejarah lokal hanyalah berarti
sejarah dari suaty tempat, suatu “locality”, yang batasannya ditentukan oleh
“perjanjian” yang diajukan penulis sejarah. Sejarah lokal dengan sederhana
dapat dirumuskan sebagai kisah di kelampauan dari “daerah geografis” yang
terbatas.
Dalam pengerjaannya dan dalam perumusan sasaran pokok
(subject matter) sejarah lokl, yang dengan jelas memberi pembatasan geografis
dari ruang lingkupnya, sering sekali berkaitan erat dengan sejarah sosial. Jika
memakai pendekatan sejarah sosial maka suatu sejarah lokal harus
memperhitungkan dan mempertimbangkan dengan baik ikatan struktural, yaitu
jaringan peranan-peranan sosial yang saling bergantungan, terhadap aktor
sejarah. Sebagian tebesar dari studi sejarah peristiwa khusus di Indonesia
sangat kurang memperhatikan masalah-masalah struktural. Studi-studi tersebut
lebih terpukau pada soal-soal “apa, siapa, dimana, dan bila”. Dari sudut lain,
karena dorongan hasrat normatif ideologis studi evenemental lebih
terpukau pada kisah-kisah kepahlawanan. Pemberontakan Peta di Blitar, perang
Banjarmasin, dan banyak lagi yang lain, adalah contoh-contoh dari beberapa
peristiwa evenemental yang masih memerlukan studi yang
mendalam.
Buku Taufik ini lebih banyak membahas sejarah-sejarah lokal
yang belum banyak diketahui seperti kondisi kerajaan Kutai di Pesisir Timur
Kalimantaan dan Hal-Ihwalnya dalam Tahun 1853, kaum Padari di Padang Darat
Pulau Sumateram Batak Toba dan Batak Mandailing.
Pada awal dari tiap-tiap bab diberikan pengantar tentang
latar belakang dan pentingnya masalah yang dibahas dilihat dari sudut sejarah
dari daerah atau lokalitas yang dibicarakan dan dari sudut kemungkinan
sumbangannya dalam usaha untuk mengerti sejarah Indonesia umumnya.
Komentar
Posting Komentar