Langsung ke konten utama

Eps. 3 Lika-Liku Mendapatkan Beasiswa Luar Negeri (Mimpiku Menjadi Fulbrighter)

Kadang kita terlalu yakin dengan rencana manusia. Padahal, rencana kita hanya sepersekian persen dari rencana Allah Yang Maha Kuasa.

    Masih ingat perjalanan saya mendapatkan beasiswa? Itu bukan perjalanan yang singkat. Ada banyak jalan terjal yang terjadi selama tiga tahun belakangan ini. Waktu terus bergulir cepat, sementara saya tetap menginginkan beasiswa ke Inggris. Itu rasanya tidak mustahil, tapi ada kalanya rencana itu dibelokkan menuju jalan lain. Inggris menjadi salah satu tujuan karena apa-apa yang saya dengarkan selalu beraksen Inggris. Saya jarang sekali mendengarkan aksen Amerika karena saya rasa aksen Inggris memiliki keindahan tersendiri.

    Sayangnya, sepertinya nasib saya tidak berpihak pada negara monarki itu. Dulunya, saya juga nggak terlalu mengikuti informasi dari negara adikuasa, Amerika Serikat. Tidak ada pikiran satu pun terlintas di benak saya untuk melanjutkan sekolah di Negeri Paman Sam. Entah apa yang terjadi pada roda kehidupan saya. Tapi, hikmah di balik ini terletak pada ‘Kadang kita mencintai apa yang tidak Allah takdirkan untuk kita. Padahal, takdir Allah lebih indah dan membuat kita lebih baik’. Akan tetapi, setelah saya cari tahu, saya pernah menuliskan 100 impian. Di dalamnya, ada mimpi saya agar bisa lolos Fulbright. Coba lihat! Mimpi itu tertulis di nomor 30. Saya menuliskannya sekitar tahun 2015, dan sekarang mimpi itu baru menjadi kenyataan. Alhamdulillah!

    Seperti yang saya ceritakan di postingan sebelumnya Saatnya Mengejar MOE Taiwan Scholarship, saya mendaftar beasiswa Fulbright sekitar bulan Januari 2020. Kalau ditanya kenapa tiba-tiba beralih haluan ke Amerika Serikat, saya pun sampai saat ini masih geleng-geleng kepala, belum percaya betul kalau saya ternyata sudah sampai di tahap sejauh ini. Apalagi, saya sangat mempertimbangkan soal persyaratan Fulbright yang jauh lebih rumit dari beasiswa lainnya. Misalnya saja, Beasiswa Fulbright mewajibkan penerima beasiswanya untuk mengambil tes Graduate Record Examination (GRE) untuk semua jurusan kuliah. Tentu saja, saya agak anti Matematika, bidang kelemahan saya. Bahkan, saya juga menimbang-nimbang kala itu apakah saya perlu ikut tes TOEFL IBT lagi setelah mengantongi sertifikat IELTS yang sudah saya dapatkan dengan usaha yang tak tanggung-tanggung. Benar saja, GRE memang menjadi momok para grantees karena tingkat kesulitannya sangat tinggi. Apalagi, TOEFL IBT juga tegolong sulit untuk ukuran tes Bahasa Inggris, lebih sulit dari IELTS. Kemampuan berpikir kritis, kepercayaan diri, serta kemampuan Bahasa Inggris  teruji dalam TOEFL IBT.

            Kembali lagi ke awal perjalanan saya dalam seleksi Fulbright. Dengan mengantongi berbagai pengalaman dalam bidang kepenulisan, pendidikan, dan kerja profesional di salah satu perguruan tinggi negeri, saya akhirnya dipanggil untuk wawancara. Rasanya ini aneh melihat segala sesuatunya begitu dilancarkan saat saya mulai menjajaki satu per satu tahap-tahap seleksi. Dari perjalanan mendapatkan beasiswa Fulbright ini, saya semakin percaya bahwa di setiap seribu langkah yang kita lakukan, pasti ada satu pintu untuk kita.

    Memenuhi panggilan AMINEF, saya sempat ragu akan terbang ke Jakarta dalam kondisi pandemi. Bukan apa-apa, saat itu angka kasus COVID-19 meningkat tajam. Apalagi, kabar tentang peningkatan kasus di Jakarta paling tinggi di antara semua daerah menjadi kekhawatiran saya. Namun, seperti ada kekuatan yang tak kalah memegang erat nyali saya, akhirnya saya berangkat ke Jakarta, berharap ini adalah perjalanan meraih beasiswa S2 terakhir yang berbuah manis.

    Saya masih ingat. Waktu itu saya membawa satu tas yang menggembung ke kantor AMINEF Intiland. Celingukan sana-sini, seperti tak ada satu pun manusia yang bertujuan sama seperti saya. Akhirnya, saya memberanikan diri menuju lantai 11 dan bertanya pada beberapa pegawai di sana di mana letak kantor AMINEF. Ternyata, tidak susah menemukan kantor AMINEF. Sebuah stiker nama di depan pintu kaca membuat saya merinding seketika. Wawancara sebentar lagi akan dimulai. Momen yang menegangkan sekaligus didambakan para pemburu beasiswa.

     Sekitar 10 menit kemudian, saya dipanggil untuk menghadap beberapa pewawancara yang telah siap di sebuah ruangan. Terdapat dua orang lain yang mewawancari saya secara daring. Rata-rata, pewawancara adalah dosen dan jajaran petinggi AMINEF. Salah satu pewawancaranya adalah dosen di tempat saya bekerja. Tentu saja, saya diwawancarai secara profesional dan sama seperti kandidat lainnya. Seperti ada beratus-ratus batu yang sedang mengitari saya, batu kegugupan. Namun, lima menit kemudian suasana semakin mencair. Saya akhirnya bisa lebih mudah menjelaskan rencana-rencana saya ke depan serta pengalaman yang sudah saya pelajari. Tak lebih dari 30 menit, wawancara itu berangsur selesai. Tidak ada hal lain yang diperlukan setelahnya karena tugas saya hanya menunggu.

    Daftar peserta terseleksi baru diumumkan sekitar bulan September. Memang ada sedikit keterlambatan dibandingkan seleksi tahun sebelumnya. Saya sempat berpikir untuk tetap melanjutkan proses penerimaan ke universitas di Taiwan dengan Beasiswa MOE. Namun, semua kekhawatiran tertangani hanya dengan keteguhan hati, semuanya akan menemukan rumahnya. Saya ingat betul, saya datang ke International Office di universitas, tempat saya bekerja untuk meminjam sambungan telepon luar negeri. Saat itu, kebimbangan saya meletup-letup. Karena belum menerima jawaban dari International Office NCTU yang berkaitan dengan keberangkatan saya pada semester tersebut, saya memastikan hal tersebut pada salah satu karyawan di sana. Kebingungan menyelimuti kepala saya apalagi saya sudah dikejar-kejar waktu dan segala persiapan keberangkatan lainnya. Akhirnya, saya mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan salah satu karyawan dan saya menjelaskan kondisi saya dan beasiswa MOE yang belum cukup jelas.

    Setelah mendapatkan penjelasan, saya pulang dengan kekhawatiran yang lebih parah. Saya mendekam di pojok meja kantor sambil menekuri surat layangan pengunduran diri dari NCTU sekaligus MOE. Jujur, saya tidak ingat bagaimana semuanya bisa begitu cepat saya putuskan. Saya mengirimkan surat tersebut pada hari itu juga. Nafas hampir habis tertahan di tenggorokan. Keesokan harinya, hari-hari saya kembali normal meskipun hingga sampai saat itu saya belum mendapatkan kepastian dari Fulbright. Tak sampai satu minggu kemudian, notifikasi email berhasil meluruhkan semua benteng ketakutan saya selama ini.

            Alhamdulillah, I was accepted as the alternate candidate.

    Ini bukan hal yang melegakan sepenuhnya. Ada berbagai kemungkinan yang bisa membuat saya tidak bisa mendapatkan beasiswa Fulbright secara penuh. Dengan status cadangan seperti ini, saya berusaha untuk tetap memantapkan diri. Saya mencari referensi dari Fulbrighter lain soal kasus yang mirip dengan kasus saya. Ternyata, meksipun dikatakan bahwa status cadangan ini bergantung pada ketersediaan dana, Fulbright Scholarship 99% memberangkatkan seluruh penerima beasiswanya asalkan diterima di kampus tujuan.

    Setelah mendapatkan informasi itu, harapan untuk mempertahankan beasiswa ini semakin kokoh membentang dalam diri saya. Hampir satu tahun menunggu kepastian, akhirnya, AMINEF kembali mengirimkan notifikasi bahwa status saya sudah berubah menjadi principal candidate. Itu artinya saya memang benar terpilih menjadi penerima beasiswa! Masya Allah! Perubahan status itu disampaikan setelah saya dinyatakan diterima di University of Georgia.

    Rasa syukur terus terucap tak henti-hentinya. Bahkan, semua kegetiran akan melepaskan MOE untuk Fulbright meluap dengan cepat. Tak berapa lama dari pengumuman admission, saya kembali dihadapkan dengan dua pilihan. AMINEF tidak akan menginformasikan hasil keempat admission universitas yang saya ajukan jika saya sudah memprioritaskan dua universitas teratas. Nah, tadi saya sudah diterima di University of Georgia, tetapi saya masih penasaran apakah admission saya juga disetujui oleh universitas lainnya. Pada waktu itu, saya memilih University of Massachusetts Amherst di prioritas kedua. Namun, seperti cahaya yang berpindah begitu cepat, hati saya seakan-akan lebih condong ke UMass Amherst. Kita bisa menentukan pilihan kita yang paling kita prioritaskan dari berbagai faktor, terutama mengenai mata kuliah yang ditawarkan. Saya kembali mengecek di website kampus masing-masing, dan ternyata UMass Amherst memang menawarkan mata kuliah yang lebih relevan.

    Setelah meyakinkan diri untuk menunggu pengumuman dari UMass Amherst, ada ujian lain yang kembali melanda. Para penerima beasiswa wajib untuk menentukan pilihan sebelum tanggal 15 April 2021. Sementara itu, status admission saya di UMass Amherst masih belum jelas. Saya harap-harap cemas menunggu pengumuman berikutnya. Alhamdulillah, UMass Amherst memberikan konfirmasi enam hari sebelum penentuan meski dengan status shortfall. Maksudnya, ada kekurangan biaya yang harus saya tanggung selama menempuh studi di UMass Amherst. Meskipun agak kaget mendengar informasi ini, saya terus meyakinkan pihak universitas untuk memberikan saya shared cost. Dengan gigih, saya menuliskan alasan-alasan yang logis, kenapa saya ingin memilih UMass Amherst dan kelebihannya dibandingkan dengan universitas prioritas saya yang lain. Karena pilihan pertama saya seharusnya University of Georgia, saya musti menyiapkan penjelasan yang bisa mendukung perubahan prioritas kampus saya.

    Setelah beberapa waktu bernegosiasi dengan pihak IIE dan kampus, akhirnya kampus bersedia memberikan shared cost. Saya pun akhirnya bisa merasakan kelegaan yang sudah ditunggu-tunggu. Saya memilih UMass Amherst untuk dua tahun program master di Amerika.

    Perlu diketahui, jika kalian terpilih menjadi penerima beasiswa, AMINEF akan mengurusi semua keperluan administrasi mulai dari lembar pendaftaran universitas, pendaftaran test TOEFL IBT/GRE, pendaftaran visa, dan lain-lain. Menurut saya, ini salah satu hak istimewa menjadi seorang Fulbrighter. Kita tinggal menyediakan dokumen-dokumen yang mereka minta dan menunggu keputusan dari pihak AMINEF, IIE, ataupun kampus. Kita perlu ingat bahwa dokumen cek Kesehatan juga dibutuhkan untuk proses keberangkatan. Semua dokumen harus berbahasa Inggris dan perlu diterjemahkan oleh penerjemah tersumpah yang terpercaya. Alhamdulillah, saya nggak perlu bingung lagi mencari jasa juru bahasa yang kualitasnya oke. Saya selalu pakai jasa ImaTransProof untuk semua urusan administrasi saya selama ini!

    Hak istimewa lainnya tentunya bisa kalian lihat dari fasilitas tes dan pembuatan visa yang disediakan oleh Fulbright. Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, penerima beasiswa akan diberikan waktu untuk mengikuti kursus TOEFL IBT dan GRE. Sayangnya, kedua kegiatan ini harus diadakan secara daring. Selain itu, berbeda halnya dengan pengurusan visa turis lainnya, penerima beasiswa akan mendapatkan proses pembuatan visa yang jauh lebih mudah.

    Saya hanya perlu menunggu instruksi AMINEF untuk mengisi lembar pendaftaran visa non-imigran. Kemudian, dua hari kemudian, DS-2019 dari universitas sudah dikirimkan ke alamat rumah saya. Dengan membawa dokumen ini, saya bisa langsung memproses pendaftaran visa saya di US Consulate General Surabaya. Awalnya, saya kira prosesnya akan sangat menyeramkan, tapi ternyata tidak. Saya hanya perlu menyerahkan dokumen yang dibutuhkan oleh pihak konjen, lalu melakukan wawancara yang hanya berlangsung kurang lebih 3 menit. Voila! Visa saya sudah bisa diambil dalam 3 hari kerja.

    Persiapan keberangkatan ini, sungguh memerlukan energi. Saya harus mencari beberapa informasi yang wajib untuk mahasiswa asing di UMass Amherst, apalagi soal protokol perjalanan luar negeri dan protokol Kesehatan dalam kampus yang wajib dipatuhi. Alhamdulillah, satu per satu, persyaratan wajib sudah dilengkapi. Pada 1 Juni 2021, saya juga sudah mendaftar ke tiga mata kuliah di semester Fall ini. Saya nggak sabar menghadiri orientasi mahasiswa di Graduate School nanti tanggal 27 Agustus 2021! Mohon doa dari kalian semua ya!

    Kamu tetap ingin mendengar cerita saya? Ayo dukung saya dengan membagikan cerita-cerita di blog ini kepada teman-teman kalian!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Do you have any questions about our services? chat with us on WhatsApp
Hello, How can I help you? ...
Click here. Our admin is ready to help!